TERNATE,Tbn- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ternate melalui Ko misi III bersama Dinas Kebudayaan dan Balai Pelestarian Cagar Budaya provinsi Maluku Utara, bahas laporan masyarakat terhadap pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya.
Memang banyak fakta yang menarik, di antaranya seluruh cagar budaya di Kota Ternate ini, salah satunya yang sudah mendapatkan status sebagai cagar budaya nasional adalah benteng oranje
“Ini harus disyukuri karena di setiap tahun anggaran pemerintah pusat memberikan anggaran rutin pemeliharaan dan beberapa kegiatan revitalisasi benteng oranje,” kata Anggota Komisi III DPRD Ternate, Nurlaela Syarif, Jumat (7/2/2025).
Namun, lanjutnya, yang sangat disayangkan adalah ketidakkonsistenan penyalahgunaan dan pemanfaatan serta pelestarian cagar budaya dengan tidak berdasarkan pada regulasi.
Baik Perda Nomor 4 Tahun 2023 serta Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 pasal 127 diamanatkan bahwa ketika status ca gar budaya sebagai cagar budaya nasional untuk pemanfaatan harus seizin menteri.
“Selama ini hanya berdasarkan ijin keputusan walikota. Maka ini salah dalam implementasi aturan. Jadi di dalam itu ada komunitas, UMKM, pusat kreativitas masyarakat kota Ternate sudah salah dimanfaatkan,”
tutur Nurlaela biasa disapa Nella.
Sejak tahun 2017 sampai sekarang sudah ada kajian soal zonasi pemanfaatan ada beberapa klaster di dalamnya seperti zonasi inti, pengembang. “Selama ini hampir pemanfaatannya itu berada pada zonasi inti sehingga kami Komisi III akan menseriusi soal ini,” ujarnya.
Politisi NasDem ini menyebutkan,
dimana DPRD akan meminta Pemerintah Kota Ternate taat asas dan aturan bahwa ketika status cagar budaya nasional meskipun asetnya Pemerintah Kota, maka harus ikuti dengan regulasi.
Nella bilang, sesegera mungkin arahan dari perwakilan kementerian kebudayaan dalam hal ini Balai Kebudayaan agar semuanya dilakukan evaluasi, ditinjau kembali pemanfaatan dilihat dari aspek regulasi yang telah dikeluarkan lewat keputusan walikota.
Komisi III akan lakukan kunjungan bersama Dinas Kebudayaan dan Balai mengumpulkan seluruh yang melakukan pemanfaatan untuk edukasi mengenai hal ini. Solusinya ada yakni boleh tetap dimanfaatkan tetapi Pemkot harus bekerja sama dengan pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya.
Bahkan dilakukan kerjasama dimana nanti pemanfaatannya sesuai rekomendasi Pemkot apakah komunitas, UMKM atau apapun itu tapi dari aspek pelestarian dari cagar budaya. Kesepakatan dan hasil kesimpulan rapat akan benar benar diseriusi karena konsekuensi nya jika tidak sesuai sebenarnya ada sanksi pidana.
“Tapi kami berusaha carikan solusi, misalkan kerjasama cagar budaya di beberapa daerah itu dengan pengelolaannya melalui Badan Usaha Daerah karena ada rekomen dasi dari BPK bahwa hampir seluruh pemanfaatan yang ada di benteng oranje baik wedding, konser, maupun lainnya termasuk kafe itu potensi pendapatan kita hampir Rp 300 juta per tahun. Dari perspektif auditing,” ujarnya.
Nella sebut, tidak besar memang tapi kan ada potensi pendapatan daerah. Tapi, selama ini dibiarkan secara gratis, tidak terurus tidak terpelihara deng an baik makanya kepentingan Komisi III sebagai bentuk pengawasan, ketika ada problem inkonsistensi terhadap aturan maka kita menengahi dan mencarikan solusi.
“Kami berharap sesegera mungkin Dinas Kebudayaan segera melapor ke Walikota dan tim hukum Pemkot Ternate dalam hal ini Sekda supaya dilakukan evaluasi pemanfaatan sambil carikan solusi bersama pihak kementerian agar pemanfaatannya bisa digunakan, kalau tidak status cagar budaya nasional yang hanya di benteng oranje dari sejumlah benteng yang ada. Ini akan dicabut sebagai cagar budaya nasional oleh pemerintah pusat. Maka ini sayang sekali,” tuturnya.
Padahal ada bantuan anggaran dari pusat selama ini kita tidak pernah ada stimulan dari APBD Kota terhadap pemeliharaan dan pelestarian cagar budaya di level Kota Ternate. Ketika ini tidak menjadi perhatian serius maka benteng oranje dicabut statusnya.
Kata Nella, selama ini tidak ada pe masukan untuk PAD dalam bentuk PAD retribusi maupun pajak daerah. Karena pemanfaatannya selama ini hanya berdasarkan surat keputusan walikota yang diperuntukkan untuk komunitas atau UMKM. “Ini baik namun kita perlu dudukan karena bertentangan dengan regulasi, sehingga perlu ketegasan agar pemanfaatannya tegas,” sambungnya.
Bayangkan seberapa lama hal ini dibiarkan, maka komisi III akan menseriusi soal itu. PP status cagar budaya nasional itu tahun 2022. “Pemanfaatan ini sudah dari periode periodisasi sebelumnya kemudian dibiarkan sehingga turun temurun,” pungkasnya.