Sultan Tidore Dengan Tegas Menolak Pemekaran Ibu Kota Sofifi

Kota Tidore69 Dilihat

TIDORE – Jou Sultan Tidore H. Husain Alting Sjah dengan tegas menolak adanya pemekaran Kota Sofifi, yang digaungkan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Bagi Sultan, penetapan Ibu Kota Provinsi Maluku Utara sudah final di Kota Tidore Kepulauan yang beralamat di Sofifi. Sehingga tidak perlu dilakukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Jika tidak, maka pedang yang sudah lama disimpan akan dikeluarkan.

“Jika ada ratusan orang atau ribuan orang yang berjuang atas persoalan ini, maka salah satunya adalah Sultan Tidore, namun jika suatu ketika hanya terdapat satu orang, maka itu adalah Husain Sjah, yang sudah siap binasa untuk mempertahankan amanat leluhur,” tegas Sultan, dihadapan ribuan Warga Tidore yang menggelar apel Siaga di Kedaton Kesultanan Tidore, Kamis, (17/7/25).

Sultan mengaku, jika dirinya berbicara seperti ini, sesungguhnya bukan karena dia takut Sofifi akan terlepas dari Tidore, melainkan lebih kepada amanat leluhur yang harus dia pertahankan. Sebab jika tidak, suatu saat Masyarakat yang tinggal di daratan Oba akan mengalami kerugian.

Sultan menjelaskan, bahwa masalah Sofifi, sebenarnya sudah sempat dibahas waktu Sultan masih menjabat sebagai Anggota DPD RI. Dimana pada saat itu, Indonesia sedang dilanda Covid-19, sehingga pembahasannya melalui Zoom Meeting.

“Dalam pembahasan itu, ada bapak Luhut Binsar Panjaitan (Menkomarves), Tito Karnavian (Mendagri), Mantan Gubernur Maluku Utara, Alm. Kh. Abdul Gani Kasuba, Sekda Provinsi Maluku Utara, dan para pimpinan OPD,” ujar Sultan.

Dalam pembahasan itu, kata Sultan, Luhut Binsar Pandjaitan diberikan amanah oleh Presiden Jokowi untuk mengatasi hal ini, disitu Luhut mengatakan, bahwa tidak ada yang namanya pemekaran Kota Sofifi.

Melainkan akan dikeroyok secara bersama oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota Tidore, agar pembangunan di Sofifi yang merupakan Ibu Kota Provinsi Maluku Utara, bisa tumbuh semakin baik.

“Saya ingatkan kepada Pemerintah Pusat, jangan main-main dengan persoalan ini. Jangan jadi kacang lupa kulit, sebab Tidore telah mempersembahkan banyak hal untuk Indonesia,” cetusnya.

Sultan memastikan, dirinya tidak akan mundur selangkah dalam mempertahankan wilayah Kota Tidore, yang meliputi empat Kecamatan di Daratan Oba. Ia bahkan rela mati demi menjaga amanat leluhur.

“Mohon maaf Pak Tito (Mendagri) kembalilah kepada jati diri bangsa ini. Mari kita rawat bangsa ini dengan baik, jangan lagi memecah belah bangsa ini, karena hanya kepentingan sepenggal tambang di sofifi dan Halmahera, yang nantinya diraup dan dibawa hasilnya ke Jakarta, sementara Masyarakat di Tidore dan Halmahera tidak mendapatkan apa-apa,” pungkasnya.

Disis lain, Sultan juga mendesak kepada aparat penegak Hukum untuk segera membebaskan 11 warga Maba Kabupaten Halmahera Timur, yang telah ditangkap akibat memperjuangkan hak mereka atas masalah pertambangan.

“Saya mohon 11 orang warga maba yang ditangkap itu agar segera dibebaskan, sebab mereka punya anak, punya istri yang juga butuh makan, sudah cukup rakyat kami menangis dan menderita hanya karena persoalan tambang,” tandasnya. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *