TERNATE – DPRD Kota Tidore Kepulauan (Tikep) kunjungan konsultasi di DPRD Kota Ternate. Kunjungan Komisi II DPRD Tikep diterima Ketu a Komisi II DPRD Ternate, Farijal S. Teng, di ruang eksekutif DPRD Ter nate, Kamis, 13 Nopember 2025.
Kunjungan konsultasi itu dalam rangka menanyakan masalah yang dinilai cukup krusial, yakni transparansi pembagian deviden dan kepemilikan saham Pemerintah Kota (Pemkot) di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Maluku-Maluku Utara.
Pertemuan yang dihadiri sejumlah anggota dari dua komisi. Wakil rak yat Kota Tidore tanyakan besaran deviden dan jumlah lembar saham yang di miliki oleh Pemkot Ternate, sebagai pemegang saham di bank daerah tersebut.
Anggota Komisi II DPRD Kota Ternate, Ade Rahmat Lamadihami, menjelaskan pertemuan tersebut karena keresahan beberapa daerah yang merasa belum mendapatkan informasi yang terbuka dari manajemen Bank BPD terkait besaran deviden dan nilai saham yang mereka miliki.
“Konsultasi tadi fokus bahas soal deviden dan jumlah lembar saham yang dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan BPD Maluku-Maluku Utara. Teman- teman dari DPRD Tidore datang untuk menanyakan berapa besaran deviden yang diterima Pemkot Ternate dan bagaimana mekanisme nya,” katanya, usai pertemuan itu.
Menurut Ade Rahmat, berdasarkan data dari Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kota Ternate, total deviden yang diterima Pemkot Ternate dari BPD Maluku- Maluku Utara mencapai sekitar Rp 1 miliar lebih. Namun, realisasi untuk satu tahun ini belum sepenuh nya berjalan, karena masih menunggu hasil RUPS tahun 2025.
Deviden BPD Maluku Malut kepada Pemkot Ternate tahun 2021 senilai Rp 590.103.679,71. Angka ini bergerak naik di tahun 2022 menjadi Rp 1.165.134.041,57. Kemudian turun menjadi Rp 903. 643.036,00 pada 2023 dan sedikit mengalami kenaikan menjadi Rp. 1.109.634.105 di tahun 2024.
Pembagian deviden tersebut sudah diatur secara jelas dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam aturan itu disebut kan bahwa, deviden dibagikan kepada para pemegang saham berdasarkan laba bersih tahunan perusahaan setelah dikurangi cadangan wajib.
“Penerima deviden itu adalah para pemegang saham. Di Maluku Utara ini, ada kurang lebih 10 pemerintah daerah kabupaten kota yang memili ki saham di Bank BPD dan berhak atas pembagian deviden sesuai por si saham masing-masing,” jelasnya.
Meski demikian, Ade Rahmat bilang bahwa, terdapat sejumlah kendala dalam hal transparansi informasi dari pihak bank BPD. Salah satu persoalan utama yang menjadi sorotan dalam diskusi adalah ketidakterbukaan data mengenai nilai per lembar saham dan jumlah saham yang dimiliki setiap pemerintah daerah, termasuk Kota Ternate dan Tidore.
“Persoalannya, informasi tentang nilai saham per lembar dan jumlah saham yang dimiliki masing- masing pemegang saham belum terbuka. Teman-teman dari Tidore bahkan menyampaikan bahwa mereka sama sekali belum mengetahui berapa banyak lembar saham yang dimiliki pemerintah daerah mereka,” tuturnya
Ade Rahmat menambahkan, Komisi II DPRD Kota Ternate sendiri juga mengakui belum melakukan pendalaman serius terhadap data penyertaan modal Pemkot di Bank BPD, karena selama ini lebih banyak fokus pada kebijakan penyertaan modal pemerintah daerah di Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
“Memang sejauh ini kami belum masuk ke pembahasan detail soal pemasukan daerah yang bersumber dari Bank BPD. Pemerintah daerah yang baru lebih banyak fokus pada penyertaan modal di BPRS. Tapi karena munculnya persoalan ini, kami akan tindak lanjuti,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret, Komisi II DPRD Kota Ternate berencana memanggil pihak bank BPD Maluku-Maluku Utara dan BP2RD Ternate untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP). Rapat ini ditujukan untuk memperoleh data valid mengenai total kepemilikan saham Pemkot Ternate di BPD, nilai per lembar saham, serta besaran laba bersih yang menjadi dasar pembagian deviden.
“Dalam waktu dekat kami akan memanggil pihak Bank BPD dan OPD terkait untuk rapat dengar pendapat. Kami ingin mengetahui dengan pasti berapa sebenarnya jumlah saham milik Pemerintah Kota Ternate, nilai per lembarnya, dan berapa besaran dividen yang semestinya diterima,” ungkapnya.
Ade Rahmat menegaskan bahwa, transparansi informasi keuangan antara bank daerah dan pemerintah daerah sebagai pemegang saham merupakan hal penting dalam tata kelola keuangan publik. Ketidakjelasan data saham dan deviden, kata dia, berpotensi menimbulkan salah persepsi serta menghambat optimalisasi penerimaan daerah.
“Kami ingin semuanya terbuka. Ini soal hak daerah. Kalau deviden menjadi salah satu sumber pendapatan, maka informasi tentang saham dan laba bersih perusahaan harus transparan,” pungkas Ade.
Rapat konsultasi ini diharapkan menjadi awal dari upaya memperkuat koordinasi antar daerah dalam mendorong transparansi pengelolaan saham dan deviden pemerintah daerah di Bank BPD Maluku-Maluku Utara.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kota Ternate, Farijal S. Teng membenarkan kunjungan kerja komisi II DPRD Tikep ke DPRD kota Ternate, terkait dengan besaran deviden dan kepemilikan jumlah lembaran saham Pemkot di BPD Maluku-Maluku Utara.
“DPRD Tikep berkonsultasi di DPRD Ternate apakah memiliki data lengkap terkait dengan jumlah lembaran saham atau tidak. Hal ini agar menjadi perhatian DPRD Tikep, sehingga dapat memastikan bahwa kondisi pemberian deviden dari laba BPD itu sesuai dengan Apa yang harus di terima oleh Pemkot berdasarkan kepemilikan lembar saham,” sambungnya.
Karena sampai saat ini lembaran saham masih ada BPD hanya di sebutkan angka, namun untuk mengantongi data tersebut sangatlah sulit.
Untuk itu, menurut Farijal, DPRD Tikep juga mengajak kepada DPRD Kota Ternate dalam hal ini komisi II untuk memastikan bahwa dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di tahun 2025 nanti. “Jajaran BPD Maluku Malut harus memberikan data secara jelas kepada pemerintah dalam hal ini pemegang saham,” tegasnya. (**)






