TERNATE,Tbn- Bapemperda DPRD Kota Ternate menyebut, Perda Bank BPRS direvisi karena ada perubahan nomenklatur perseroan terbatas dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) menjadi Perseroan Terbatas Bank Perekonomian Syariah (BPS) Bahari Berkesan Kota Ternate.
Ini menjadi perintah pasal 314 huruf C UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan yang perlu menetapkan peraturan daerah (Perda) tentang perubahan nomenklatur tersebut.
Dinamika dalam rapat, Ketua Bapemperda DPRD Kota Ternate, Nurlaela Syarif, menyoroti kewajiban pe merintah kota terhadap penyertaan modal di tahun 2024 senilai Rp 3 Miliar dan aset senilai Rp 19 Miliar belum dilakukan sampai saat ini.
Artinya bahwa peraturan daerah ini belum dioptimalkan oleh Pemkot meskipun diakui kemampuan kondisi keuangan daerah karena salah satunya dana bagi hasil provinsi Maluku Utara belum diberikan ke Kota Ternate.
“Kita hanya berharap dengan PAD yang cenderung tidak optimal, namun kalau memang penyertaan modal berupa dana tunai belum dilaksanakan. Kami dorong harus penyerahan aset Rp 19 Miliar harus diupayakan menjaga neraca BPRS,” katanya, Minggu (22/12/2024).
Nurlaela yang biasa disapa Nella mengatakan, pihaknya selalu mendorong eksistensi BPRS bisa berjalan dengan baik tapi banyak ikhtiar juga dari hasil rapat. “Kami juga masuk dalam aspek karena ini perbankan syariah, kami berharap apapun kondisi kompetisi bisnisnya harus tetap mengedepankan hukum syariah,” terangnya.
Karena ada Dewan Pengawas Perbankan Syariah yang menjaga dan mengatur, bagaimana perban kan syariah bisa beroperasional baik dari sisi akad, agar pelaksanaan perbankan tetap berada di garis lurus syariah Islam.
Selain itu, menurut Nella ada beberapa ikhtiar sesuai dengan OJK berkaitan dengan adanya double financing. Double financing itu adalah pembiayaan yang awalnya telah dilakukan oleh BPD Bank Maluku namun dari aspek pembiayaan dilakukan oleh BPRS.
“Double financing ini pembiayaan misalnya gaji, TTP yang awalnya telah melakukan akad kredit dengan pihak Bank Maluku tetapi dilakukan oleh bank BPRS. Kalau dari sisi regulasi, belum memungkinkan selama risiko pembiayaan harus dikedepankan,” lanjutnya.
Yang kita ikhtiarkan adalah jangan sampai perebutan nasabah nanti antara kedua belah pihak terjadi Persaingan bisnis yang tidak sehat. “Jalur lalu lintas pembiayaan ini yang kami kedepankan supaya tidak ada kredit macet di kedua pihak. Karena dari total double financing yang diikhtiarkan berkisar Rp 14 Miliar tetapi diantara bank Maluku dan BPRS DPRD akan mencoba meminta penjelasan BPBD Maluku,” ujarnya.
Bapemperda DPRD sudah lakukan
pertemuan dengan BPD Maluku- Malut karena diantara BPRS dan Bank Maluku ini ada disharmoni sasi. “Kami memfasilitasi supaya kedepan kepentingan nasabah aman, dan tidak ada risiko dari ke dua belah pihak. Kepentingan nasa bah tidak dikorbankan atau tidak akan berisiko,” tandasnya.